Halaman

Translate

Sabtu, 26 April 2014

Deteksi Kesalahanku Sebagai Guru 1



Jangan Tanyakan Berapa Salahnya
Aku  bukanlah seorang peneliti pendidikan, aku hanyalah seorang guru biasa yang baru 15 tahun mengabdi kepada NKRI tercinta ini. Renungan ini tercetus saat aku mengerjakan analisis hasil try out US 2014. Kupandang silangan-silangan kesalahan hasil pekerjaan anak-anak. Bertahun-tahun kulakukan ini, dan kuanggap sudah biasa. Baru sekarang aku berpikir, mengapa harus yang salah yang kusilang?, mungkin hal ini berkaitan dengan keefektifan pola menghitungku. Andai salah 5, skor 2, berarti nilai anak 90. Mengapa tidak kubalik saja, benar 45, skor 2, nilainya 90. Nah, pada pemikiran inilah aku terpaku sendiri.
Pikiranku berputar, inti dari evaluasi kegiatan untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan pengajaran dengan berpatokan pada standar yang telah ditetapkan.selain itu saat ujian,  anak ditumbuhkan sikap mandiri, jujur, dan bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya. Lebih khusus lagi,  Inti dari kemandirian adalah keberanian untuk menghadapi tantangan, namun ternyata selama ini aku telah menumbuhkan rasa minder kepada anak-anakku secara masif dan terus menerus.
Tiap kali mengoreksi hasil ulangan, selalu kutanyakan,”Salah berapa?”. Dengan ringan aku menyilang lembar analisis butir soal dengan tanda silang di nomor yang salah. Apalagi setelah itu lembar analisis kupampangkan, dan silangan itu nampak jelas dari kejauhan.
Betapa kejam aku selama ini yang menutupi kebenaran hasil kerja anak-anakku dengan salah yang kutampakkan mencolok mata. Mengapa mataku tertutup selama ini?, hampir setiap hari kutorehkan rasa minder kepada anak-anakku tanpa kusadari. Kalau kuhitung mundur, bermunculan banyak wajah yang pernah kuminderkan. Bahkan, meski hanya salah satu, ketika anak yang pandai kutanya kesalahannya, yang nampak adalah kemuraman di wajahnya atau bahkan cenderung menyalahkan dirinya sendiri mengapa dia masih salah , meski pun cuma satu.
Hari berikutnya kucoba membalik caraku menganalisis kebenaran jawaban anak-anak dengan menanyakan nomor-nomor yang benar. Ternyata , mereka dengan bangga menyebutkan nomor yang benar, bahkan salah seorang anak yang memang lemah di mata pelajaranku, bersemangat menyebutkan nomornya, meski pun dia benar hanya sepuluh soal. Bayangkan?begitu menyentuh hati melihat sinar kebahagiaan dari mata anak yang benar sepuluh soal  dari lima puluh soal. Bahkan ketika diolok temannya dengan bangga dia berkata,”Untung aku masih ada yang benar?”. Berbanding terbalik ketika kemarin dia dengan lesu mengurut kesalahannya kemarin.
Andai tiap anak kupandang dengan melihat benarnya sejak dulu, tentulah aku akan melihat satu sinar kebanggaan dari matanya untuk setiap satu kebenarannya. Dua kebenaran, tiga kebenaran, dan seterusnya, hingga puluhan atau bahkan lebih sinar kebanggaan yang mewarnai hari-hari mereka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar