Halaman

Translate

Minggu, 06 April 2014

06 April 2014

Wengi sansaya lumaku, wengi sansaya wengi...
mlaku...eh ora...mlayu munyer mubeng seser...

Menikmati kehadiranmu kembali sahabat penaku, ada sa'pletik' nostalgia lama. Wih, masa-masa SMP, masa kejayaanku, puncak tertinggi harga diriku. Bagaimana tidak? saat itu aku bersekolah di SMP favorit, jadi tokoh sentral (ehm jelek-jelek gini mantan Ketua OSIS lho...), aktif di semua kegiatan ekstra. Aku merasa saat itu dunia benar-benar milikku. Ada Fatim, Shanty, Endah, Munawaroh, Mbak lilik, Nining, ...ntah berapa banyak kawanku maupun 'sainganku'. Bahkan aku pun punya sederet sahabat pena. Tapi yang masih kuingat sapenku itu salah satunya adalah Hartono.

Tapi keterpurukanku karena terjungkal bebas dari SMA 2 Lumajang , dan terdampar di MA Fillial Jember di Kencong, benar-benar mengubahku. Rasa percaya diriku terkikis, aku mulai menabur rasa minder dalam menjalani hari-hariku. Entahlah,...aku seperti tidak berguna. Dunia seolah mengejekku. Hingga sekarang.

Aku melarikan diri dengan tidak mau mengenal lagi teman kala SMP. Aku benci kala melihat mereka. mengapa aku mesti sakit setelah 'gojlokan pemilihan Ketua OSIS SMA? mengapa aku mesti menyapa Bu Guru 'itu' saat dia di kantin?. Jantungku kalah. Aku yang selama SMP bercahaya, seakan mati warna. Aku menjalani hari-hari yang akhirnya mengubah kepribadianku menjadi 'introvert'.

Tidak ada yang patut kusalahkan. Aku bisa sembuh setelah 6 bulan sakit, sungguh luar biasa. Tapi aku menjadi malu terhadap dunia. Mana Eni yang dulu?. kepercayaan diriku muncul kembali setelah aku aktif di Pramuka Aliyah. bahkan aku menemukan sosok yang bisa mengobati luka hatiku. namun aku keliru bahwa dengan menutupi kebanggaanku saat SMP aku makin menjauh dari kawan-kawan lamaku. kawan -kawan baru hanya tahu aku yang sekarang. Si keong yang tidak bisa alias nol pothol semua yang berbau kearab-araban.

Adat melarikan diri dari kenyataan, menutupi hal nyata dengan lamunan alias berkhayal, itulah kebiasaanku yang kupelihara hingga sekarang. Aku masih malu ketika berjumpa dengan orang-orang yang mengenalku saat kecil dulu.Hingga setua ini. Aku ngrumangsani durung 'dadi'. Mbuh kapan dadiku? kok rumangsaku aku ki mogol, dadi ibu mogol...mateng enggak mentah ora. Untunge ora dadi guru sing mogol, hehehe...

Melarikan diri dari kenyataan? picik memang. namun hal ini jugalah yang menyelamatkan jiwaku kala menghadapi goncangan hidup.Jika ada masalah, penyelesaiannya adalah aku selalu menghadirkan sosok-sosok yang 'kukenal' dan berimajinasi sendiri. gendheng tapi waras, itulah aku.

15 tahun setia, ngawula, nglayani, ngladeni...
ana ndonya cilikku,...
saiki nalika aku aku miber dhewe,
syukurku mring Gusti kang Murbeng Dumadi
Alhamdulillah Gusti,
saat berumah tangga aku menghamba dengan sepenuh hati
dan kala akhirnya porak poranda
Kau pertemukan kembali aku dengan kawan-kawan lamaku
yang mengenalku tanpa pamrih dan tendensi
Duniaku menjadi berwarna kembali...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar