Surat dari anakku Farah Aida Ilmiatul Kulsum, 22 Desember 2013 (spesial hari ibu, katanya...)
Ehm,
sebenarnya ku tahu- Ibu bukanlah tipikal romantic people. Bukan ratu
kecantikan sejagad. Bukan pemain sinetron, ataupun bintang iklan. Namun, Kau
laksana bhagaskara. Menyelimuti hatiku dengan do’a, menciumi kalbuku dengan
cerpen-cerpen puitismu. Pernah ku berkata di hadapan cermin, “Mampukah aku
menjadi sastrawan hebat? Entahlah.” Tiba-tiba, kini jawabannya mengambang di
udara. Senyap akan tawa. Setidaknya, di hari Ibu ini- secuil kata dalam suratku
adalah ucapan yang selama ini tertahan. Lalu, mengembun sendu di antara tangis di
dalam shalatku.
Ibu, inginnya
ku selalu di sampingmu. Membantumu memasak, berkebun, mencuci piring, memijati
kedua kakimu di tengah malam, bahkan hal-hal kecil lainnya yang selalu ku
lakukan sembunyi-sembunyi di belakang pundakmu. Inginnya, kupeluk dirimu di
hari ulang tahunmu- tepat tanggal 1 Desember kemarin. Inginnya, tak
mengecewakanmu.., tetapi aku bukanlah seorang anak yang baik, dan kerap
bertindak bodoh di depanmu. Apatah peringkat tryoutku anjlok, nilai Nahwu Shorofku
menurun drastis, kau masih saja melayangkan senyummu.
Ketika cerita
pendekmu mulai muncul di majalah Jayabaya, kuceritakan dengan semangat 45
kepada teman terdekatku, hingga ia bosan. Ketika ku tahu, aku tidak akan punya
keluarga yang sama seperti hari kemarin- kau hanya tertawa. Hidup tak akan
berhenti, atau detak jantungmu berhenti berdetak, jika ayahmu satu-satunya,
tentu saja hanya seorang; lebih memilih hidup dengan wanita lain. Lari dari
tanggung jawab, membiarkan ibumu bekerja membiayai kedua anak sendirian.
Berkali-kali kukatakan kepada diriku sendiri, “Aku tidak butuh seorang ayah.
Hanya ibu!” Kau hanya mengusap keningku. Menceritakan kebaikannya, namun seolah
komputer rusak- telingaku tak merespon. Maaf, Bu.
Beratus-ratus
puisi, berpuluh-puluh cerpen, dan berbagai do’a yang kupanjatkan, rasanya masih
tak mampu untuk menghapus luka hatimu, Ibu… Kuharap, di antara rintik hujan di
balik jendela asramaku ini- setitik do’aku kali ini jatuh di antara hujan.
Bergabung bersama tangis dan do’a yang lalu. Mengalir perlahan menyusuri
sungai, dan nantinya sampai di atas pangkuan Allah S.W.T
Selamat hari
Ibu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar