Antara Dahlan Iskan, Azrul Ananda, dan Aku
Kekagumanku
kepada Bapak Dahlan Iskan mengalir begitu saja. Berawal dari kesukaanku membaca
catatan beliau saat menjalani operasi ganti hati. Mulanya biasa saja,...kata sebuah lagu. Lama-lama ketagihan. Hingga
kumerasa bahkan harus memiliki bukunya. Alhamdulillah, saat itu buku Ganti Hati dapat kuperoleh dengan
gratis. Cukup dengan membayar langganan koran 3 bulan ke depan. Kuikuti dalam
diam setiap tulisan beliau. Stile yang
beda, fresh, dan up to date membuatku ketagihan kepada tulisan beliau setiap kali
muncul di koran ini. Kagumku memunculkan iri. Sangat iri. Bagaimana tidak iri?
Semangat yang makantar-kantar
kurasakan betul dalam setiap tulisannya. Optimis full!.
Lalu
kubandingkan dengan diriku sendiri yang hidup dalam zona aman sebagai salah
satu warga negara Indonesia. Apa yang sudah kulakukan? Kesibukanku hanya dari
ini ke ini, itu ke itu. Sudah bukan berita baru bahwa aku, sebagai salah satu
pegawai negeri yang selalu memilih
kehidupan yang aman dan nyaman. Bekerja begini saja sudah dapat gaji. Mau
bagaimana lagi?. Kok golek repot!. Kesukaanku satu-satunya adalah membaca.
Majalah, novel, dan koran ini, yang bisa kutemui setiap pagi. Cukuplah dengan
membaca, membaca, dan membaca. Kuresapi sendiri, untuk hidupku sendiri.
Akhir-akhir
ini aku malah tergelitik dengan kehadiran seorang pemuda yang tulisannya mampu
menyentil hatiku. Sungguh, meski aku orang awam, karena kesukaanku dalam
membaca, aku bisa memilih dan memilah mana tulisan yang bagus dan tidak.
Dan,...tulisan dari Mas Azrul Ananda, sungguh mampu menjadi oase dalam dominasi
gaya formal di koran ini. Aku sudah lama juga ‘mengenal’nya sebenarnya. Sejak
usum DBL-DBL dulu itu. Tapi aku tidak sebegitunya karena aku merasa sudah
melewati level anak muda. Tapi sekarang, aku selalu menantikan Happy Wednesdaynya. Kangennnn,...seolah
ingin bertemu pacar lama. Hehehe...
Di
usiaku sekarang yang memasuki kepala empat, tiap kali membaca Happy Wednesday Mas Azrul, aku seolah hidup kembali di zaman yang
diceritakan. Atau aku merasa enjoy dengan pemikiran-pemikirannya yang kurasa
masuk nalar dan manusiawi . Mas Azrul mampu mendudukkanku pada pemikiran bahwa
salah, keliru, atau apa pun lagi kesalahan dalam hidup yang pernah kulakukan,
hal itu wajar. Jangan disesali. Tapi,...juga tidak baik untuk diulangi. Bernada
humor, nggak ngguroni, tapi...mancep!. sungguh
apalah...apalah...(minjem istilah Mbak Iis Dahlia, juri DA2).
Ternyata
benang merah antara beliau berdua yang notabene
bapak anak adalah buah apel jatuh tidak jauh dari batangnya. Dulu, ...aku saat
aku baru awal-awal mengamati Mas Azrul, aku sempat suudzon, palingo
ya...sedikit banyak digeret-geret
bapaknya. Tapi membaca dan terus membaca tulisan Pak Dahlan Iskan maupun Mas
Azrul Ananda, aku tahu dan bisa menjawab sendiri bahwa suudzonku tidak berdasar sama sekali. Salah pooll!. Maaf, nggih Mas
Azrul?.
Anugerah
terbesar dari kekagumanku kepada Pak Dahlan dan sekarang juga kepada Mas Azrul,
adalah aku kelunturan semangat
menulis. Sejak tahun 2013, aku mulai mengorek kemampuan lamaku saat masa
sekolah dulu dalam menulis cerita. Bukan cerita panjang, hanya cerita pendek
berbahasa daerah. Dan semangatku makin menggebu kala tulisanku termuat di salah
satu majalah berbahasa daerah yang eksis di daerahku. Kutulis opini ini sebagai
wujud rasa terima kasih atas motivasi yang kuperoleh dari semua tulisan beliau
berdua. Ada kenikmatan batin tak terkira saat tulisanku dimuat.
Barakalloh
tuk hidup beliau berdua khususnya, dan bagi seluruh penikmat tulisan pada
umumnya.
Ibarat
angin lalu, beliau berdua senantiasa bertiup ke segala arah, mungkin aku takkan
pernah sempat tersapa, namun yang terhirup olehku menjadikanku tetap hidup
untuk melanjutkan hidup dengan lebih bersemangat. Semoga!.
(25-04-2015)
Sip. Eni Siti Nurhayati
d.a. MTsN Bangsalsari-Jember
(68154)
No hp. 085-655085727
Tidak ada komentar:
Posting Komentar